Judul Buku : Babad Menak Sunda (121b PLT 15)
Kategori : Alih Bahasa
Pengasih Bahasa : Asep Saeful Azhar, Aditia Gunawan, Yukeu Yuliani M
Jumlah Halaman : 98
Penerbit : Perpusnas Press, 2023
Reviewer : Ade Nur Sa’adah
Naskah yang ditulis pada tahun 1811 ini memuat kisah tentang para keturunan Prabu Siliwangi, mulai dari Sunan Ciburang, hingga Menak atau Bupati yang memerintah di daerah Priangan sampai Cianjur beserta silsilah dan garis keturunannya. Naskahnya sendiri ditulis dengan menggunakan aksara Latin di atas lembaran kertas Eropa cap Lion in Medallion dimana penulisnya berharap kalau naskah ini dapat membuat masyarakat Sunda mengenal leluhur mereka.
Kisah dibuka dengan Prabu Siliwangi yang memiliki seorang putra bernama Munding Sari yang kemudian memiliki anak bernama Munding Sari Leutik atau Munding Sari II. Diceritakan kalau Munding Sari II ini berparas tampan dan tinggal di Banten Girang setelah runtuhnya Pajajaran sehingga dia dikenal dengan nama Prabu Pucuk Umum yang sakti mandraguna. Sang Prabu muda ini kemudian memiliki anak bernama Sunan Parung Gangsta yang menjadi Raja di Talaga dengan nama Sunan Wanapri.
Kisah berlanjut dimana Sunan Wanapri memiliki anak yang banyak, salah satunya bernama Sunan Ciburang, seorang pertapa yang terkenal sangat sakti dan memiliki ilmu kebal terhadap senjata apapun. Kesungguhannya dalam bertapa juga diikuti oleh anaknya yang bernama Arya Wangsa Goparana. Ketika ajaran Islam masuk ke tanah Sunda, Arya Wangsa Goparana pun memutuskan memeluk agama Islam yang membuatnya diusir dan pindah ke Sagaraherang. Arya kemudian meninggalkan kebiasaan bertapa dan menyembah berhala dan memilih menjadi santri di Dukuh Sagaraherang.
Setelah sekian lama menantikan hadirnya seorang keturunan, Arya Wangsa kemudian memiliki anak laki-laki yang diberinya nama Arya Wiratanudatar dan berparas tampan seperti Ayahandanya. Saat menjelang dewasa, Arya Wiratanudatar melakukan pertapaan selama 40 hari untuk berdoa semoga Allah menetapkan Iman Islamnya dan mendapatkan keturunan yang bisa memerintah negeri serta diberikan keselamatan lahir dan batin. Setelah menyelesaikan pertapaannya, dia melihat seorang perempuan yang sangat cantik yang ingin menyerahkan jiwa raganya kepada Arya. Perempuan itu mengaku kalau dia merupakan jin Islam yang menyembah Tuhan yang sama dengan Arya.
Menikahi Putri Jin
Singkat cerita, Raden Arya kemudian menikahi Jin Islam dan batu tempat dia bertapa tiba-tiba menghilang dan menjadi sungai, serta pagar bambunya berubah menjadi ratusan perjaka dan perawan yang berjajar membentuk barisan pagar. Ternyata, Raden Arya telah masuk ke dunia siluman dan dia pun berubah menjadi siluman. Raden Arya kemudian memiliki dua orang anak, yang pertama perempuan bernama Indang Kancana atau Indang Sukesih dan yang laki-laki bernama Raden Surya Kancana.
Adapun Raden Arya semakin hari semakin dilanda kecemasan karena keinginanya untuk kembali berbaur dengan manusia. Mengetahui apa yang dipikirkannya, Putri Jin mengatakan kalau Raden Arya tidak perlu khawatir karena dia telah mendapat wangsit dari Raja Jin bahwa Raden Arya akan memiliki keturunan yang banyak dan menjadi pemimpin negeri yang terkenal karena keadilannya. Raden Arya kemudian kembali bertapa selama setahun di hulu Sungai Citarum yang menghanyutkannya sampai ke laut dan kembali pulang pada keluarganya. Dia kemudian memiliki sembilan orang anak, tujuh dari bangsa manusia dan dua dari bangsa Jin. Anak pertamanya yakni Arya Wiratanudatar II, kedua bernama Dalem Cikondang, ketiga Dalem Arya Kidul yang ada di Babakan Jati yang oleh sebagian orang dikenal juga dengan nama Dalem Natadimanggala, keempat Nyi Raden Karanggan yang berdiam di Bayabang yakni Dukuh Caringin, kelima Raden Kaluntar, keenam Raden Carangcang Kancanan, dan yang ketujuh Ulat Badagal Badigil yang dikenal dengan nama Andakawirusajagat yang berdiam di gunung Karawang.
Arya Wiratanudatar II beserta dengan saudara-suadaranya sangatlah rukun, tidak pernah sama sekali berselisih. Jika mendapatkan hasil selalu dibagi baik saudara laki-laki ataupun perempuan. Tidak lama Dalem Arya Witanudatar II meninggal dunia dan digantikan oleh putra pertamanya yang dikenal dengan Wiratanudatar III. Ia memiliki enam saudara lainnya yakni anak yang kedua bernama Raden Wiradinata, ketiga Raden Sutamanggala, keempat Sutadinata, kelima Sumamanggala, keenam Nyi Purbanagara, dan yang ketujuh Raden Paseliran. Semuanya menjadi Menak di Tanah Sunda. Di usianya yang baru 21 tahun, Raden Arya Wiratanudatar III diangkat menjadi Menak Cianjur. Dia kemudian menikahi Raden Ayu dan memiliki lima orang anak, yaitu Dalem Anom Sabiludin, Tumenggung Natagara yang kemudian menjadi Bupati Bogor, Raden Wartadireja, Raden Samsiyah, dan Raden Dipanagara. Keturunannya dan keturunan saudaranya lain juga kelak dikenal sebagai para Menak yang memimpin tanah Sunda.