Manassa Sulawesi Selatan dan Barat

Manassa
0

Sejarah Perhatian Naskah Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan


Fenomena Sejarah tradisi tulis Sulawesi Selatan selalu saja menjadikan naskah sebagai pusat perhatian bagi banyak kalangan. Tahun 1812 ketika penyerangan istana kerajaan Bone di Rompegading Kota Makassar oleh Inggris, naskah turut menjadi benda rampasan. Hal yang sama tahun 1910 penyerangan Belanda ke istana Bone di Lalebbata, naskah juga menjadi benda rampasannya. Kunjungan orang asing, pegawai kolonial, zending, pengembara Eropa di Makassar, manakala ia balek tidak lupa membawa naskah sebagai barang bawaan pulang ke negerinya. Tidak terkecuali Matthes yang datang ke Sulawesi Selatan pada paruh ke dua abad XIX dengan misi zendingnya, juga menggiatkan inventarisasi naskah Bugis-Makassar, lalu menyalinnya, dan kemudian membawanya ke negeri Belanda.

Peristiwa-peristiwa seperti di atas kemudian muncullah koleksi-koleksi naskah Bugis dan Makassar di Eropa seperti di Inggris, German, Prancis, Belanda, Amerika, dan lain-lain. Itulah pula sebabnya naskah Bugis I La Galigo kode NBG 188d dan naskah-naskah lainnya juga terkoleksi di KITLV Leiden sampai hari ini.

Hal yang dilakukan sarjana Eropa tersebut menjadi cerita awal dalam lintasan pernaskahan Sulawesi Selatan. Perhatian orang Eropa terhadap naskah kemudian berlanjut memasuki abad XX, bahkan sampai dewasa kini. Pada abad ke XIX tercatat nama sarjana Eropa memiliki perhatian terhadap naskah antara lain: Crawfurd (1820); Roelof Blok, S.A. Buddungh (1843), J.A. Bakkers, dilanjutkan R.A. Kern, Noorduin, Cense, dan C.C. Macknight. Tidak terkecuali sarjana Indonesia melakukan pula kajian naskah Bugis dan Makassar seperti Tudjimah, Mattulada, Ambo Enre, Manyambeang, kemudian dilanjutkan generasi baru seperti Nurhayati, Rapi Tang, Muhlis Hadrawi, Ahmad Saransi, Andi Akhmar, Husnul, Mahesa, dan nama-nama lainnya.

Apakah yang membuat orang Eropa dan sarjana pribumi mengarahkan perhatiannya kepada naskah Bugis dan Makassar? Jawabannya diperolah pada R.A. Kern, katanya orang Bugis dan Makassar menunjukkan kepada kita “sikap dan jiwa-nya” dalam sejarahnya yang tertulis di atas lontara yang sangat rasionil terutama sejarah dan epos perang. Sementara itu A.A. Cense tertarik kepada naskhah-naskhah Bugis-Makassar karena menurutnya orang Bugis-Makassar mencatat fakta-fakta kehidupannya secara sederhana dan riil.

Urusan pernaskahan Bugis dan Makassar terus berlanjut hingga hari ini. Pada 1990-an, UNHAS dan Ford Foundation berhasil mendokumentasi 6000-an naskah dalam bentuk mikrofilm. Jumlah tersebut, diperoleh di Makassar, Barru, Takalar, Gowa, Bone, Sinjai, Sidrap, Luwu, Pinrang, Enrekang,, Jeneponto, Bantaeng, dan tidak terhitung naskah Bugis-makassar yang berada di provinsi lain. Sebahagian koleksi lontara tersebut merupakan koleksi pada Kantor Badan Arsip dan Perpustakaan Republik Indonesia Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (ANRIM), Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan (YKSS), Laboratorium Naskah UNHAS, Muzeum I La Galigo, koleksi Muhammad Salim, dll. Gerakan kajian naskah pun semakin berkembang, terutama di lingkungan UNHAS dengan kajian akademik hingga dewasa kini.

Keberadaan MANASSA Komisariat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menjadi tulang punggung gerakan perhatian dan pengkajian naskah-naskah Bugis dan Makassar. Orang-orang Manassa Sulsel dan Sulbar pada umumnya terkosentrasi pada lingkungan Perguruan Tinggi terutama di Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Alauddin Makassar, dan Universitas Negeri Makassar, menjadi penggerak utama penelitian naskah. Disamping itu, perguruan tinggi terus mencetak kader-kader sarjana baru, magister, dan doktor yang mengkaji naskah. Secara khusus, keberadaan Departemen Sastra Daerah Bugis-Makassar di FIB Universitas Hasanuddin, terus mencetak jumlah sarjana bidang keahlian naskah secara signifikan.

Tim Manassa SulselBar menghadiri Pembacaan Barzanji bahasa Bugis di Pulau Salemo.

Terbentuknya Cabang dan Komisariat

Potensi naskah-naskah Sulawesi Selatan yang sangat banyak kemudian mengondisikan kajian-kajian filologi bertumbuh subur, baik pada naskah Bugis, maupun naskah Makassar dan Mandar. Seiring dengan berdirinya Manassa dpada tahun 1996 di kampus Universitas Indonesia, kemudian membentuk jaringan antaruniversitas, tidak terkecuali Universitas Hsanuddin di Makassar yang terbentuk cabang.

Manassa Cabang Sulawesi Selatan kemudian terbentuk pula pada tahun 1996 bersamaan dengan berdirinya Manassar Pusat. Makassar Cabang Sulsel diprakarsai oleh Nurhayati Rahman yang pada masa itu melanjutkan studi S3 di Universitas Indonesia, menjadi pendiri Manassa Sulsel. Sederet nama yang sudah tergabung sebagai anggotanya seperti Muhlis Hadrawi, Andi Ahmad Saransi, dan Rapi Tang. Pada tahun 2017 Manassar Sulsel kemudian beralih pimpinan dari Nurhayati Rahman kepada Muhlis Hadrawi. Pada tahun 2017 skop wilayah Manassa cabang Sulawesi Selatan melebar ke Sulawesi Barat, sehingga namanya pun berubah menjadi MANASSA Cabang Sulsel-Sulbar.

Struktur Kepengurusan

Ketua : Prof. Dr. Muhlis Hadrawi, S.S., M.Hum.
Sekretaris : Dr. Husnul Fahimah, M.Ag.
Bendahara: Ayu Wahyuni, S.S.

Anggota: 1. Dr. Nuraidar Agus, M.Hum.
Drs. Andi Ahmad Saransi, M.Si.
Dr. Sri Muslikawati, M.Hum.
Abu Muslim, M.Ag.
Nur Syam, S.S., M.Hum.
Abdi Mahesa, S.S.

Program Kerja

  1. Penerbitan Buku
  2. Workshop Filologi
  3. Workshop Pembacaan Lontara
  4. Penelitian: Transliterasi dan Penerjemahan Naskah
  5. Digitalisasi Naskah Lontara 
  6. Advokasi Masyarakat

Capaian Organisasi

Kegiatan-kegiatan yang sukses diselenggarakan

  1. Panitia bersama peluncuran open access NBG 188 tahun 2017 di UNHAS
  2. Panitia bersama Festival Budaya dan Seminar International I La Galigo III di Soppeng 2018
  3. Advokasi Persidangan Lahan Adat Malangke 2018.
  4. Narasumber Sekolah Bugis di Watampone 2019
  5. Sebagai Narasumber Lokakarya pada FTBI I Badan Bahasa untuk Provinsi Sulsel 2021
  6. Sebagai Dewan Juri pada PTBI I Badan Bahasa untuk Provinsi Sulsel 2021
  7. Sebagai Panitia bersama ASBAM 9 UNHAS-UKM di Makassar 2021
  8. Sebagai Narasumber Lokakarya FTBI II Badan Bahasa untuk Provinsi Sulsel 2022
  9. Sebagai Dewan Juri pada PTBI II Badan Bahasa untuk Provinsi Sulsel 2022

Penelitian

  • Penelusuran naskah “Attoriolong Bone” di Mainziest library di ANU, Cancerra, 2017
  • Penyusunan Teks Lontara Attorioolong Bone 2018 
  • Mentransliterasi Teks Kompilasi Naskah “Attoriolong Bone” 2018
  • Menerjemahkan teks Kompilasi Naskah “Attoriolong Bone” 2019
  • Menerjemahkan naskah Hikayat Syekh Maradang 2020
  • Menerjemahkan naskah PauPaunna Sitti Naharira 2020

Buku-buku yang sudah diterbitkan:

Judul: Lontara Sakke’ Bone ‘ATTORIOLONG RI BONE’, 2018.
ISBN 987-602-61769-5-0
Penerbit: Ininnawa, Makassar.

Judul: Jelajah Tiga Dunia, 2019.
ISBN 987-602-61769-7-4
Penerbit: Ininnawa, Makassar.

Judul: Lontara Sakke’ Bone edisi Transliterasi dan Terjemahan 2020.
ISBN 975-625-82955-1-6
Penerbit: Ininnawa, Makassar.

Kerja Sama

  • Kerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kab. Bone, tahun 2017, dalam rangka Penyusunan Naskah Lontara Attoriolong Bone.
  • Kerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kab. Bone, tahun 2019, dalam rangka Penerbitan Buku “ Lontara Sakke’ Bone ‘ATTORIOLONG RI BONE’.
  • Kerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kab. Bone, tahun 2020, dalam rangka Penerbitan Buku “ Lontara Sakke’ ‘ATTORIOLONG RI BONE’
  • Edisi Translitearsi dan Terjemahan.

Alamat Sekretariat 

Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea 
Blok AB, Kota Makassar.



Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !