Memopulerkan Cerita Klasik Melalui Media Kekinian

Manassa
0
Memopulerkan Cerita Klasik Melalui Media Kekinian

Cerita-cerita klasik sempat populer pada zamannya. Tapi di zaman sekarang, cerita-cerita itu, seakan, berjuang melawan derasnya cerita-cerita masa kini yang hadir di masyarakat milenial.

Di acara Seri Diskusi Naskah Nusantara #7 dengan tema “Merangkai Masa Lalu dalam Media Kekinian”, Agung Zainal MR, sebagai pembicara, mengetengahkan strategi untuk menarik minat generasi zaman now agar mau mengapresiasi cerita-cerita klasik itu.

Agung mengungkapkan bahwa banyak seni tradisi di Jawa Barat yang menghilang. Setelah ditelusuri ternyata seni tradisi tersebut dianggap kuno, sehingga ditinggalkan. Termasuk ada barang-barang atau perlengkapan di seni tradisi yang sudah dijual.

“Bagi saya sangat miris ketika Indonesia dengan negara yang memiliki ragam budaya seni tradisi yang beragam ternyata kita harus mati, budaya kita itu harus mati di negeri kita sendiri,” ujar Agung di acara yang digelar oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Pusat ini, Rabu (24/10/2018) pagi, di Teater Lantai 8, Perpusnas RI, Jalan Medan Merdeka Selatan No 11, Jakarta Pusat.

Agung, yang berprofesi sebagai Dosen Desain Komunikasi Visual Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI, kemudian memotivasi mahasiswanya mencari cara agar pesan-pesan di masa lalu tidak punah. Dan, bisa mengikuti alur perkembangan zaman.

“Di Ipin Upin bagaimana mereka tahu tentang maestro-maestro mereka seperti P Ramli dan lain sebagainya, itu disampaikan melalui animasi. Sementara kita kan nggak,” kata Agung.

Padahal, Indonesia merupakan negera dengan pustaka yang sangat besar. Dan di dalam naskah, banyak yang bisa dipelajari. Seperti bahasa, aksara, ilustrasi, iluminasi, dan isi naskah. Karena itu, Agung menyayangkan selama ini anak muda kita berkiblat ke Manga Jepang, atau Marvel Amerika.

“Padahal kita sendiri itu punya gaya visual. Artinya gaya visual itu asli Indonesia banget, gitu lho. Tapi ya itu, kembali tadi, ‘Ini kan kuno’, dan sebagainya,” kata Agung.

Saat pameran di suatu negara, Agung melihat bahwa desain dari Indonesia yang paling susah diidentifikasi. Karena tidak memiliki ciri khas. Hanya comot sana-sini. Hal ini berbeda dengan negara-negara lain.

“Karena mereka punya identitas. Jadi, sebenarnya krisis-krisis identitas itulah yang muncul sebetulnya pada saat ini,” ujar Agung.

Dari naskah-naskah di masa lalu yang masih berupa naskah lontar, dluwang, gebang, tulang, kertas dan lainnya, agar bisa lebih dipahami oleh generasi sekarang, lantas dibuat ke media masa kini. Media yang dimaksud yaitu game, visual novel, komik, film animasi, buku cerita, dan lainnya.

Agung menjelaskan ada beberapa proses perubahan dari naskah kuno ke media masa kini, seperti film animasi misalnya. Pertama, pengkajian kembali unsur tokoh dan peristiwa pada hipogram. Naskah hipogram adalah naskah sastra yang menjadi objeknya.

Kedua, penentuan karakter tokoh yang akan dibangun pada media. Apakah tokoh untuk media game, komik atau film animasi. Ketiga, penentuan peristiwa utama yang akan dibangun pada media. Selanjutnya, perumusan media berdasar hasil pengkajian teks, perumusan karakter dan tokoh, pilihan peristiwa sebagai konflik utama. Terakhir, perumusan jalan cerita.

“Setelah jadi pun juga itu dilemparkan kembali pada orang-orang yang memang mengerti, atau ada literatur yang menyatakan bahwa pada zaman itu bajunya yang seperti ini. Jadi kami itu hanya memvisualisasikan,” kata Agung, menjelaskan penentuan karakter tokoh, dan baju yang dipakai, ketika diwujudkan dalam komik atau film animasi.

Di acara ini, selain ditampilkan contoh-contoh komik yang berasal dari cerita rakyat dan juga naskah, Agung menampilkan film animasi untuk anak-anak yang dibuat oleh mahasiswa Unindra sebagai tugas akhir. Film animasi yang ditayangkan yaitu tentang Sunan Kalijaga, Cupu Manik Astagina, cerita Sangkuriang, Laksamana Keumalahayati, dan kisah dari Cerita Panji.

“Ini adalah bagaimana mengangkat sebuah cerita di masa lalu dengan media kekinian supaya pesan itu sampai. Supaya generasi muda kita tahu bahwa I La Galigo itu merupakan cerita kita,” kata Agung.

Sumber: https://kerisnews.com/2018/11/16/memopulerkan-cerita-klasik-melalui-media-kekinian/
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !