SELASA 15 Mei 2018, diadakan diskusi yang setiap bulannya oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS RI). Diskusi tersebut seperti biasa diikuti oleh beberapa filolog, sastrawan, pengamat budaya, hingga mahasiswa, dengan pembicara utama Bapak Bastian Zulyeno PH.D, beliau merupakan dosen Bahasa arab di salah satu Universitas ternama di Indonesia.
Dalam pertemuan diskusi kali ini beliau mengangkat tentang pengaruh Sastra Persia dalam naskah Melayu. Ada beberapa aksara yang terdapat di Persia mulai dari yang paling tua yaitu aksara Awesta alphabet, setelah aksara Awesta muncul aksara Paku dan yang terakhir yaitu aksara Pahlavi alphabet yang dimana Pahlavi merupakan aksara terakhir sebelum masuknya islam ke Persia. Setelah Islam masuk terjadi perubahan yang sangat siknifikan di tanah Persia, salah satunya perubahan penulisan pada aksara, namun perubahan tersebut tidak sampai mengubah bahasa yang telah ada.
Hadirnya aksara Persia memberi warna tersendiri ditanah Melayu. Dalam contoh kasus yang dimana aksara tersebut mewarnai sebuah kitab yang berjudul Tajussalatin. Kitab Tajussalatin ditulis oleh Bukhari al Jauhari atau al Johori pada tahun 1603. Tajussalatin merupakan kitab yang bersifat ketatanegaraan, yang dimana Taj dalam Bahasa Arab berarti mahkota, dan Salatin merupakan Sultan. Tajussalatin merupakan buku pertama berbahasa Melayu yang membahas masalah politik, pemerintahan dan akhlak, setelah Malaka jatuh tampillah kesultanan Aceh di Sumatra Utara sebagai negeri terkuat di negeri melayu. Kesultanan ini menjadi pusat kebudayaan melayu dan pengetahuan Islam, pewaris mazhab teologi dan sastra Pasai (Braginsky, 1998).
Dalam kitab Tajussalatin terdapat 24 pasal yang telah disusun diantaranya; mengenai cara -cara mengenal manusia, menyatakan peri mengenal Tuhan selaku Pencipta, membicarakan arti kehidupan di dunia, menyatakan peri kesudahan segala kehidupan di dunia, membicarakan arti adil dan keadilan, membicarakan metode pelaksanaan keadilan dalam pemerintahan, membicarakan pekerti raja-raja yang adil, membicarakan raja kafir tetapi adil, menyatakan raja-raja yang zalim, membicarakan segala menteri dan penasehat raja, membicarakan pekerjaan seorang sekretaris kerajaan dan para penulis pada umumnya, membicarakan pekerjaan seorang utusan, membicarakan keadaan pegawai kerajaan, membicarakan cara-cara mendidik anak, membicarakan cara menghemat uang negara, membicarakan kedudukan akal budi, segala syarat kerajaan, membicarakan ilmu qiyafah dan firasat, membicarakan tanda ilmu qiyafah dan firasat, membicarakan hubungan rakyat beragama Islam dengan rajanya yang beragama Islam, membicarakan rakyat yang tidak beragama Islam dan hubungannya dengan raja Islam, membicarakan pentingnya kedermawanan dan kemurahan hati, membicarakan bagaimana memegang patuh pada janji, dan yang terakhir menyatakan kesudahan kitab ini.
Kitab Tajussalatin memuat genre puisi yang disebutkan oleh beberapa tokoh dengan versi melayu yaitu:
Dalam kitab Tajussalatin tidak hanya memuat genre saja namun ada beberapa Raja-Raja Persia yang termasuk di dalamnya. Raja-raja tersebut diantaranya:
Beralih dari raja-raja tersebut ada beberapa kisah-kisah tematis atau cerita pendek yang berisikan khas Persia dimuat dalam kitab Tajussalatin. Beberapa kisah tersebut antara lain:
Ada dua Tamsil Persia yang terdapat dalam kitab Tajussalatin, di mana ke dua Tamsil tersebut tidak dialihbahasakan ke dalam bentuk bahasa Melayu, namun memiliki arti sebagai berikut:
Tidak hanya genre, raja-raja, kisah dan tamsil saja yang dimuat didalam kitab Tajussalatin, namun terdapat kontak bahasa Persia masuk ke dalam bahasa melayu yang pada cacatan sebelumnya kurang lebih 432 kontak bahasa Persia masuk ke dalam bahasa melayu. Contoh berupa puisi yang terdapat pada nisan yang ditulis dalam aksara Persia.
Dalam nisan diatas memiliki arti yaitu:
Puisi Firdausi (940-1020 M) yang terdapat pada nisan Syeikh Mahmud tersebut dapat ditelusuri pada mahakaryanya Syahnameh di dalam Bab Peperangan antara Rostam dan Esfandiyar Pasal 26. Kemungkinan ini termasuk dokumen tertua tentang kontak bahasa Persia di tanah Melayu. Dalam hal ini sebagian besar ilmuan pada abad 19 berpendapat Tajussalatin termasuk terjemahan dari Bahasa Parsi. Hanya saja ada satu ilmuan yang berpendapat Tajussalatin bukan termasuk karya terjemahan. Alasannya yaitu bisa dilihat dari penjelasan detail yang menggambarkan tentang tanah melayu, dan juga bisa dilihat melalui nama yang tidak lazim digunakan di Persia yaitu memakai awalan marga dan akhiran marga, di mana nama tersebut sangat lumrah digunakan di tanah Melayu. Tajussalatin juga merupakan pintu keluar untuk meneliti naskah lain seperti; Hikayat Burung Pinggai, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Bustan-al katibin, dll.
Dalam pertemuan diskusi kali ini beliau mengangkat tentang pengaruh Sastra Persia dalam naskah Melayu. Ada beberapa aksara yang terdapat di Persia mulai dari yang paling tua yaitu aksara Awesta alphabet, setelah aksara Awesta muncul aksara Paku dan yang terakhir yaitu aksara Pahlavi alphabet yang dimana Pahlavi merupakan aksara terakhir sebelum masuknya islam ke Persia. Setelah Islam masuk terjadi perubahan yang sangat siknifikan di tanah Persia, salah satunya perubahan penulisan pada aksara, namun perubahan tersebut tidak sampai mengubah bahasa yang telah ada.
Hadirnya aksara Persia memberi warna tersendiri ditanah Melayu. Dalam contoh kasus yang dimana aksara tersebut mewarnai sebuah kitab yang berjudul Tajussalatin. Kitab Tajussalatin ditulis oleh Bukhari al Jauhari atau al Johori pada tahun 1603. Tajussalatin merupakan kitab yang bersifat ketatanegaraan, yang dimana Taj dalam Bahasa Arab berarti mahkota, dan Salatin merupakan Sultan. Tajussalatin merupakan buku pertama berbahasa Melayu yang membahas masalah politik, pemerintahan dan akhlak, setelah Malaka jatuh tampillah kesultanan Aceh di Sumatra Utara sebagai negeri terkuat di negeri melayu. Kesultanan ini menjadi pusat kebudayaan melayu dan pengetahuan Islam, pewaris mazhab teologi dan sastra Pasai (Braginsky, 1998).
Dalam kitab Tajussalatin terdapat 24 pasal yang telah disusun diantaranya; mengenai cara -cara mengenal manusia, menyatakan peri mengenal Tuhan selaku Pencipta, membicarakan arti kehidupan di dunia, menyatakan peri kesudahan segala kehidupan di dunia, membicarakan arti adil dan keadilan, membicarakan metode pelaksanaan keadilan dalam pemerintahan, membicarakan pekerti raja-raja yang adil, membicarakan raja kafir tetapi adil, menyatakan raja-raja yang zalim, membicarakan segala menteri dan penasehat raja, membicarakan pekerjaan seorang sekretaris kerajaan dan para penulis pada umumnya, membicarakan pekerjaan seorang utusan, membicarakan keadaan pegawai kerajaan, membicarakan cara-cara mendidik anak, membicarakan cara menghemat uang negara, membicarakan kedudukan akal budi, segala syarat kerajaan, membicarakan ilmu qiyafah dan firasat, membicarakan tanda ilmu qiyafah dan firasat, membicarakan hubungan rakyat beragama Islam dengan rajanya yang beragama Islam, membicarakan rakyat yang tidak beragama Islam dan hubungannya dengan raja Islam, membicarakan pentingnya kedermawanan dan kemurahan hati, membicarakan bagaimana memegang patuh pada janji, dan yang terakhir menyatakan kesudahan kitab ini.
Kitab Tajussalatin memuat genre puisi yang disebutkan oleh beberapa tokoh dengan versi melayu yaitu:
- Ghazal - Rudaki (858-941 M.)
- Ruba’i - Omar Khayyam (1048-1131 M.)
- Qit’ah - Anwari (1126–1189)
- Masnawi - Rumi (1207-1273 M.)
Dalam kitab Tajussalatin tidak hanya memuat genre saja namun ada beberapa Raja-Raja Persia yang termasuk di dalamnya. Raja-raja tersebut diantaranya:
- Syahriyar: salah satu Raja pada dinasti Sasanid 623-651 M. Diceritakan sebagai raja yang sombong dan berhadapan dengan MalaikatMaut.
- Anusyirwan: Raja (501-579 M) yg terkenal Adil dan bertahta pada dinasti Sasanid.
- Buzurgmehr: Perdana Menteri pada pemerintahan Anusyirwan.
- Kyumarts, Zahhak, Manuchehr, Tahmurst, Gustasp, Afrasyiab, Luhrasp, Darab, Hormouz adalah nama-nama raja dalam mitologi Persia. Raja-raja tersebut ditulis oleh Firdausi (935-1020) dalam karyanya Shahname atau The Book of Kings dalam bentuk puisi epik.
- Ardasyir: Raja pada dinasti Sasanid bertahta pada tahun 224-242 M.
- Bahram Gur bertahta 420-438 M.
- Sultan Iskandar Zulkarnain 336-332 S.M, yang mengatur dunia ini adalah Pena dan Pedang.
- Sultan Humayun: salah satu raja pada dinasti Mughal 1508-1556 M.
Beralih dari raja-raja tersebut ada beberapa kisah-kisah tematis atau cerita pendek yang berisikan khas Persia dimuat dalam kitab Tajussalatin. Beberapa kisah tersebut antara lain:
- Kisah Rast Ravesyn menteri yg terkenal jujur tapi akhirnya berkhianat pada Raja Gustasp dalam dinasti Kiyani, semi mitologi Persia.
- Gaya pengadilan raja-raja Persia.
- Kisah nenek tua berhadapan dengan raja yang zalim di Isfahan.
- Kisah Sultan Ziyad menghadapi tempat paling banyak kejahatan.
- Kisah Cinta Khosrow Raja dari dinasti Sasanid dan permaisuri Shirin putri dari kerajaan Armenia.
- Kisah Sultan Mahmud Ghaznawi (970-1030 M.) dan Ayyaz
- Kisah kedermawanan Hatim Athai yang hidup kira2 tahun 579 M.
Ada dua Tamsil Persia yang terdapat dalam kitab Tajussalatin, di mana ke dua Tamsil tersebut tidak dialihbahasakan ke dalam bentuk bahasa Melayu, namun memiliki arti sebagai berikut:
- “in bedān mānad ke mardi qei kunad/ bāz meil khurdan an kei kunad”.
- “har ke be nām farifte Shavad be nān darmānad va har ke be nān khiyānat kunad be jān darmānad”.
- artinya: Barang siapa memberi kemudian memintanya kembali, seperti orang yang memakan muntahannya sendiri. (Fariduddun Atthar, 1145 –1221 M.)
- artinya: barang siapa berharap namanya dikenang, tak akan mengharapkan roti dan barang siapa yang berkhianat dengan rotinya, maka badannyalah sebagai penebus.
Tidak hanya genre, raja-raja, kisah dan tamsil saja yang dimuat didalam kitab Tajussalatin, namun terdapat kontak bahasa Persia masuk ke dalam bahasa melayu yang pada cacatan sebelumnya kurang lebih 432 kontak bahasa Persia masuk ke dalam bahasa melayu. Contoh berupa puisi yang terdapat pada nisan yang ditulis dalam aksara Persia.
Dalam nisan diatas memiliki arti yaitu:
- Jahan yadgar ast ma raftani / ze mardum nemanad bejuz-e mardumi//
- Dunia adalah kenangan hatimu, kami harus pergi / Dalam kehidupan yang nyaman tidak ada saat yang tinggal// Ludvik (2007: 304)
- Dunia adalah kenangan, kita akan pergi / Yang tersisa dari manusia hanyalah kemanusiaan// (Terj: Bastian Zulyeno)
Puisi Firdausi (940-1020 M) yang terdapat pada nisan Syeikh Mahmud tersebut dapat ditelusuri pada mahakaryanya Syahnameh di dalam Bab Peperangan antara Rostam dan Esfandiyar Pasal 26. Kemungkinan ini termasuk dokumen tertua tentang kontak bahasa Persia di tanah Melayu. Dalam hal ini sebagian besar ilmuan pada abad 19 berpendapat Tajussalatin termasuk terjemahan dari Bahasa Parsi. Hanya saja ada satu ilmuan yang berpendapat Tajussalatin bukan termasuk karya terjemahan. Alasannya yaitu bisa dilihat dari penjelasan detail yang menggambarkan tentang tanah melayu, dan juga bisa dilihat melalui nama yang tidak lazim digunakan di Persia yaitu memakai awalan marga dan akhiran marga, di mana nama tersebut sangat lumrah digunakan di tanah Melayu. Tajussalatin juga merupakan pintu keluar untuk meneliti naskah lain seperti; Hikayat Burung Pinggai, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Bustan-al katibin, dll.