Kuliah Umum Digitalisasi Naskah Nusantara dan Diskusi Buku Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman Periode Paku Alam II (8 Maret 2017)

Manassa
0
Kuliah Umum Digitalisasi Naskah Nusantara dan Diskusi Buku

Pada Rabu, 8 Maret 2017, Prodi Sastra Jawa bekerjasama dengan Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Cabang Yogyakarta menyelenggarakan dua kegiatan, yakni kuliah umum dan diskusi buku. Bersamaan dengan kegiatan ini, FIB UGM mengundang Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum. dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pembicara dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X dari Pura Pakualam selaku Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kuliah umum yang diselenggarakan di Auditorium FIB UGM ini bertajuk “Digitalisasi Naskah-Naskah Nusantara dan Kerjasama Pernaskahan Internasional”. Sebanyak sekitar 200 mahasiswa jenjang S1, S2 maupun S3 turut mengikuti kuliah umum yang dipandu oleh Arsanti Wulandari, M.Hum. ini. Kuliah umum yang berlangsung pukul 09.00-11.00 WIB ini dibuka dengan sambutan dari Ketua Prodi Sastra Jawa, Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum. Dalam sambutannya, Saktimulya mengungkapkan “Semoga kegiatan kuliah umum ini membawa banyak manfaat bagi teman-teman mahasiswa, khususnya yang memfokuskan studi terhadap filologi.”

Materi yang dibawakan oleh Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum. dalam kuliah umum ini mencakup dua aspek, yaitu (1) Digitalisasi naskah-naskah Nusantara dan (2) Kerjasama pernaskahan internasional. Prof. Oman menyatakan bahwa studi naskah Nusantara di Indonesia masih dianggap sebagai bidang yang tidak menarik karena sangat sedikitnya orang yang berkomitmen untuk menggeluti teks-teks klasik. Beberapa alasan turut dikemukakan, seperti sulitnya akses untuk mendapatkan naskah dan kondisi naskah yang sudah rusak atau bahkan hancur. Kenyataan demikian membuat proyek digitalitasi naskah sangat perlu untuk dilakukan.

Dalam materi yang ditampilkan, Prof. Oman juga menjelaskan perbedaan pelestarian naskah menggunakan microfilm dan scanner. Menurut Prof. Oman, digitalisasi naskah dengan microfilm lebih tahan lama daripada scanner, karena soft file yang telah di-scan hanya dapat disimpan dalam flashdisk, harddisk, atau compact disk yang hanya bertahan paling lama 5 tahun. File yang tersimpan dalam flashdisk, harddisk, maupun compact disk lebih rentan terkena virus dan harus terus diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Meskipun demikian, dengan menjadikan scanner sebagai alat digitalisasi naskah juga memiliki kelebihan, yaitu mudah dibuat salinan dan praktis dibaca.

Saat ini, kerjasama pernaskahan internasional sudah dilakukan dengan berbagai pihak, di antaranya (1) Tokyo University of Foreign Studies (Jepang), (2) Leipzig University (Jerman), (3) Northen Illinois University (Amerika), (4) The Endangered Archieves Progrramme the British Library, (5) Hamburg University (Jerman), dan (6) ARCADIA (London) (in review). Di akhir presentasi, Prof. Oman menyatakan bahwa “Digitalisasi naskah hanya langkah awal, yang terpenting dalam merawat kekayaan naskah Nusantara adalah dengan mengaji dan mempublikasikannya.”

Kegiatan selanjutnya adalah diskusi buku yang berlangsung pukul 13.00-15.00. Adapun buku yang menjadi objek diskusi dalam kegitatan Diskusi Buku berjudul Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman Periode Pakualam II karya Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum. Selain Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum., kegiatan diskusi buku yang berlangsung di Ruang Multimedia Gedung Margono Lantai 2 ini juga diisi oleh Prof. Dr. Bambang Purwanto M.A dari FIB UGM. Drs. Sudibyo, M.Hum, yang juga menjabat sebagai Ketua Manassa Yogyakarta, bertugas sebagai moderator dalam diskusi. Kegiatan diskusi buku turut dihadiri oleh mahasiswa, dosen, jajaran dekan dan wakil dekan FIB tersebut dapat menjadikan Yogayakarta sebagai kota budaya.

Materi yang disampaikan oleh Prof. Oman berjudul “Merawat Asa Studi Naskah Indonesia (Telaah Buku Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman Periode Pakualam II 1830-1858)”. Dalam materinya, Prof. Oman menyatakan bahwa buku yang ditulis oleh Dr. Sri Ratna Saktimulya ini dapat ditelaah dengan perspektif study manuscript culture yang melihat manuskrip tidak semata-mata sebuah teks, namun ada aspek-aspek lain, termasuk aspek kodikologi naskah.

Menurut Prof. Oman, melalui buku Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman terlihat adanya benang merah antara manuskrip Pakualaman dengan konstruksi Islam Jawa. Buku tersebut mengungkapkan nilai-nilai sufistis dalam kepujanggan Pakualaman. Terkait konstruksi Islam Jawa, Prof. Oman memaparkan bahwa Geertz selalu menjadi rujukan atas penelitian tersebut. “Sejarah dan peradaban Islam Jawa belum banyak digali melalui manuskrip,” tambahnya.

Sementara itu, Prof. Bambang Purwanto, M.A. lebih mengemukakan pendapatnya mengenai buku Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman melalui sudut pandang ilmu sejarah. Prof. Bambang mengkritik penyampaian sarjana barat bahwa hal yang ada dalam manuskrip adalah buah imajinasi. “Jika dikaji dari banyak fakta yang ada dalam manuskrip dalam hal ini buku Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman peneliti dapat merekonstruksi banyak hal mengenai sejarah,” tuturnya. Prof. Bambang juga menyampaikan kritiknya terhadap penyebutan naskah tradisional yang perlu dibiasakan menjadi “naskah tradisi”, karena hal yang tradisional diasosiasikan negatif. Menurutnya, naskah adalah kebudayaan itu sendiri.

Kegiatan diskusi buku berlangsung menarik. Beragam pertanyaan disampaikan oleh para peserta, termasuk salah satu dosen senior prodi Sastra Indonesia, Prof. Dr. Chamamah Soeratno (sudah pensiun). Kegiatan ditutup dengan pemberian cinderamata kepada Prof. Oman dan Prof. Bambang.

Minat Peneliti Indonesia terhadap Studi Filologi Nusantara
Saat kuliah umum berlangsung, Prof. Oman menjelaskan bahwa saat ini naskah digital belum banyak diakses oleh mahasiswa dalam negeri. Bagi Prof.Oman, kenyataan tersebut sangat disayangkan karena keberadaan teks-teks digital justru menjadi kajian mahasiswa mancanegara. Prof. Oman yang sering melakukan proyek digitalisasi bersama timnya menjelaskan bahwa proyek digitalisasi yang menghasilkan banyak naskah digital seharusnya dapat membangun budaya riset di kalangan mahasiswa, dosen, dan para peneliti.

Selain itu, dalam diskusi buku, Prof. Oman pun kembali menyinggung kurangnya minat para peneliti untuk menelaah teks-teks klasik nusantara. “Kita mengerti bahasanya, kita memahami kebudayaannya, dan bahkan kita justru hidup dalam budayanya,” ucapnya. Hal ini mengingat beragamnya nilai-nilai yang terkandung dalam naskah yang perlu disampaikan kepada masyarakat.

Sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan Prof. Oman, Prof Bambang juga turut menyatakan bahwa sebuah naskah ditulis dengan suatu latar belakang tertentu. Maka di dalam naskah banyak fakta-fakta yang dapat dijadikan inspirasi. “Sudah saatnya sejarawan mengambil sumber dari khazanah manuskrip nusantara hingga akhirnya dapat lahir tulisan sejarah baru dari naskah-naskah Nusantara,” tuturnya. (Ninies Aini)
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !