Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara XIX (3-Habis): Kajian Naskah, Repatriasi, dan Arah Kebijakan Negara

Manassa
0

“Sudah selayaknya kajian terhadap naskah-naskah kuno menjadi bagian dari arah kebijakan negara. Kita punya modal dasar, berupa sosial-budaya, dan itu terkandung di dalam naskah kuno. Bukankah naskah merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan?”
Oman Fathurahman

Repatriasi 472 artefak milik bangsa Indonesia turut diperbincangkan dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara (SIPN) XIX di Yogyakarta, 7-8 Agustus 2023. Oman Fathurahman, guru besar filologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, menyatakan bahwa Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) merasa perlu untuk merespons hal itu.

“Setelah berbincang dengan sejumlah rekan, terdapat beberapa catatan terkait dengan repatriasi 472 artefak, yang sebagian besar dari Lombok, itu dijadikan sebagai rekomendasi untuk pemerintah,” katanya, Selasa (8/8/2023).

Ia mengungkapkan, Manassa mendukung repatriasi artefak milik bangsa Indonesia, baik dari Belanda maupun dari negara-negara lainnya, yang dulunya memang diperoleh secara tidak sah. Akan tetapi, setelah dikembalikan ke Indonesia, pemerintah harus menjadikan semua artefak tersebut sebagai benda cagar budaya. “Langkah ini diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik di antara ahli waris artefak tersebut,” tuturnya.

Upaya lain yang diperlukan adalah mengedukasi para pemilik artefak tersebut. Bahwa artefak yang dikembalikan itu harus dijadikan sebagai kebanggaan milik Indonesia, bukan lagi milik keluarga. “Ini penting agar artefak yang dikembalikan tersebut menjadi komoditas jual beli karena ‘keluarga pemilik’ menganggap ada banyak uang di balik artefak tersebut,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Oman juga menyinggung tentang kemungkinan adanya naskah yang perlu direpatriasi. Pasalnya, dari 472 artefak yang akan dikembalikan oleh Pemerintah Belanda itu, tidak ada satu pun dalam bentuk naskah. “Oleh karena itu, Manassa memandang perlu dilakukannya penelitian untuk menyelisik naskah-naskah yang harus direpatriasi. Tentu saja, harus dipastikan bahwa dulu, naskah-naskah itu memang diperoleh secara tidak sah,” ucapnya.

Meskipun demikian, Manassa menyatakan bahwa pengembalian itu tidak perlu dalam bentuk fisik. Bagaimanapun, harus diakui, naskah-naskah yang berasal dari Indonesia sudah tersimpan dengan sangat baik. “Dalam konteks naskah, repatriasi yang dimaksud bukanlah fisiknya, melainkan knowledge-nya. Negara-negara penyimpan naskah-naskah asal Indonesia harus membuka akses untuk keperluan penelitian,” kata Oman yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Manassa tersebut.

Satu hal yang juga penting, menurut Oman, hasil kajian terhadap naskah-naskah kuno sudah selayaknya menjadi bagian dari arah kebijakan negara. Ia mengungkapkan, kata “naskah” sudah hadir di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) meskipun hanya satu kali. “Akan tetapi, kita punya modal dasar, berupa sosial-budaya, dan itu terkandung di dalam naskah-naskah kuno. Bukankah naskah merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan, sebagaimana terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan?” tuturnya.

Oman berharap, kelak, kata “naskah” lebih banyak hadir di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Jika demikian adanya, kementerian/lembaga dapat memasukkan hasil kajian naskah ke dalam rencana strategis masing-masing.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Manassa Munawar Holil. Ia mengungkapkan, dalam beberapa kesempatan, Manassa memang sudah diminta bicara oleh sejumlah kementerian/lembaga sebelum merumuskan kebijakan. “Oleh BNPB, misalnya, kami pernah diminta untuk mengemukakan hasil-hasil penelitian berbasis naskah yang bicara tentang kebencanaan dan kearifan lokal di bidang lingkungan,” katanya.

Menurut dia, kajian-kajian terhadap naskah sangat penting. Soalnya, naskah dijadikan sebagai wadah untuk merekam berbagai peristiwa dan fenomena yang terjadi pada masa lampau. “Kemungkinan besar, peristiwa dan fenomena itu juga berulang pada masa kini dan masa mendatang. Pandemi, misalnya, itu kan sudah pernah terjadi pada abad yang lalu. Kita bisa mengambil pelajaran dari sana tentang apa yang terjadi dan bagaimana mengatasinya,” tuturnya.



Penghargaan



Pada kegiatan simposium kali ini, Manassa juga menganugerahkan Pustaka Paripalana kepada individu dan lembaga yang dinilai telah berdedikasi dalam bidang pernaskahan Nusantara. Kali ini, Pustaka Paripalana untuk individu diberikan kepada Prof. Dr. Titik Pudjiastuti, M.Hum (guru besar filologi di Universitas Indonesia) dan Prof. Dr. Oman Fathurahman (guru besar filologi di UIN Syarif Hidayatullah).

“Titik Pudjiastuti dan Oman Fathurahman memiliki andil yang sangat besar dalam bidang filologi. Mereka memiliki peran sentral dalam perkembangan dunia pernaskahan Nusantara di Indonesia,” kata Sudibyo, Ketua Manassa Komisariat DI Yogyakarta, saat membacakan pertanggungjawaban Dewan Juri Pustaka Paripalana 2023, Senin (7/8/2023) malam.

Sementara itu, Pustaka Paripalana untuk lembaga diberikan kepada Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh (École Français d’Extrême Orient; EFEO). “Yayasan Pustaka Obor merupakan penerbit yang paling aktif menerbitkan penelitian-penelitian filologi yang berkualitas. Sementara itu, EFEO telah membuktikan kiprahnya dalam bidang penelitian sosial dan humaniora di Indonesia. Selain melakukan penelitian-penelitian terpadu mengenai naskah dan filologi, EFEO juga aktif mendukung usaha penguatan kapasitas para peneliti naskah melalui program beasiswa studi atau beasiswa praktik lapangan,” tuturnya.

Sudibyo menuturkan, sejak tahun 2012, Manassa memberikan penghargaan Pustaka Paripalana kepada individu ataupun lembaga yang telah berdedikasi dalam bidang pernaskahan Nusantara. Pemberian penghargaan Pustaka Paripalana ini diselenggarakan setiap dua tahun, bertepatan dengan kegiatan Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara. Pada simposium edisi sebelumnya, Pikiran Rakyat didaulat menjadi salah satu penerima penghargaan tersebut. (Hazmirullah/”PR”)***

Artikel ini sudah dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat edisi Senin, 14 Agustus 2023
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !