Syair Abdul Muluk: Syair Perlawanan Gender dan Status Sosial

Manassa
0

 




Judul:  Syair Abdul Muluk Karya Raja Ali Haji [Alih Aksara]

Penulis: Mohammad Arfani

Penerbit: Perpustakaan Nasional RI

Tahun Terbit: 2019

Tebal Halaman: vii + 120 hlm

Oleh: Tantry Widiyanarti, Daffa Temiyah


Syair Abdul Muluk adalah salah satu dari sekian banyak mahakarya Raja Ali Haji, seorang tokoh sastrawan asal Kepulauan Penyengat, Kepulauan Riau. Syair tersebut dia tulis bersama putrinya, Saleha, pada tahun 1847. Syair ini berkisah tentang seorang perempuan yang menyamar menjadi laki-laki  demi membebaskan suaminya dari Sultan Hindustan yang menangkap suaminya dalam sebuah serangan ke kerajaan mereka. Syair ini berbicara tentang gender dan hierarki perempuan dan laki-laki, serta status bangsawan dan pelayan. 


Abdul Muluk merupakan putra dari Abdul Hamid Syam, Sultan Barbari. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dan menikah dengan Siti Rahmah. Setelah ayahnya wafat, Abdul Muluk kemudian naik takhta menggantikan ayahnya. Alih-alih menerima tampuk kekuasaan, Abdul Muluk malah memilih berkelana dan menyerahkan takhta kepada pamannya, Mansur. Dalam pengembaraannya, Abdul Muluk jatuh cinta kepada Siti Rafiah, putri dari Sultan Ban, dan menikahinya. 


Enam bulan kemudian, Abdul Muluk meninggalkan Negeri Ban bersama istrinya untuk kembali ke Barbari dan disambut dengan hangat oleh istri pertamanya, Siti Rahmah. Sayang, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Tanpa mengumumkan pernyataan perang, Sultan Hindustan menyerang kesultanan untuk membalas kematian pamannya. Para penjaga dan penasihat istana dibantai, sedangkan Siti Rahmah dan Abdul Muluk ditawan. Siti Rafiah yang sedang mengandung berhasil melarikan diri dan  bertemu seorang syekh yang memberinya tempat berlindung.


Setelah kelahiran anaknya, Siti Rafiah ingin menyelamatkan suaminya dari tawanan Sultan Hindustan. Dia memutuskan menyamar sebagai laki-laki bernama Duri dan memberikan anaknya yang dia beri nama  Abdul Ghani untuk  dibesarkan oleh Syekh. Walau dianggap sebagai syair perlawanan soal gender dan status sosial, tapi sebenarnya, tema perempuan yang menyamar menjadi laki-laki  untuk berperang juga ditemukan dalam kisah- kisah Melayu Kuno maupun Jawa Kuno. 


Syair Abdul Muluk bisa dikatakan bukan termasuk karya Raja Ali Haji yang termasyhur dibanding Gurindam Dua Belas. Namun, Syair Abdul Muluk sarat dengan kisah cinta dan kesetiaan seorang istri dengan sentuhan nilai-nilai Islam. Sebagai tonggak sastra Melayu, Raja Ali Haji merenda kata demi kata dengan seksama dan bijak. Hal ini bisa ditemukan dalam syair tentang perpisahan Siti Rafiah dengan putera yang baru dia lahirkan. 


Sudah bermohon Sitti Bangsawan

Memeluk mencium puteranya tuan

Sambil menangis putera disusukan

Tinggallah anakku emas tempawan


Putera bunda wajah gemilang

Meninggalkan tuan rasaku walang

Makin kutatapi kupandang-pandang 

Anguslah hati bagai direndang


Ayuhai anakku gunung kemala

Kalbuku hancur tiada berbela

Menentang tuan seperti kan gila 

Hilang tak dapat diganti pula 


Setelah sudah anak ditangiskan

Dipeluk dicium lalu diletakkan

Kur semangat puteraku tuan 

Inilah penyudahan bunda menyusukan 


Putera, wai, apa dayanya Bunda 

Sebab karena paduka ayahanda

Jikalau tidak demikian ada

Tiada tertinggalkan tuan anakanda


Diputuskan hati kepada puteranya 

Turun berjalan seorang dirinya

Sambil menyapu air matanya

Tiadalah tentu tempat tujunya


Ke dalam hutan membawa diri

Sedikit tidak takut dan ngeri

Sangat tawakkal hatinya puteri 

Kepada Allah mneyerahkan diri


Syair tersebut dengan syahdu menggambarkan bagaimana berat hati seorang Ibu meninggalkan buah hatinya yang masih menyusu demi menyelamatkan suaminya tercinta. Syair berikutnya, Raja Ali Haji menuliskan perjuangan Siti Rafiah menembus hutan belantara sebagai seorang laki-laki perkasa yang akan pergi berperang. 


Rafiah menggertak kudanya segera

Parasnya elok tiada bertara

Seperti laki-laki yang perwira

Umurnya hampir remaja putera


Lakunya seperti muda bangsawan

Di atas kudanya ia berkendaraan

Melalui padang merapah hutan

Demikian itu kabarnya tuan.


Naskah Syair Abdul Muluk yang dialihaksarakan ini merupakan milik salah seorang sesepuh Teater Tradisional Dul Muluk, almarhum Abdullah. Naskah tersebut disimpan dengan baik  oleh generasi ketiganya yang bernama Jonhar Saad dan juga sesepuh di Teater Tradisional Dul Muluk dan Bangsawan Harapan Jaya Palembang. Naskah kuno seperti Syair Abdul Muluk menjadi rekaman kebudayaan Indonesia dari kurun waktu yang lama, yang mengandung ragam kebudayaan, buah pikiran, hiburan dan kehidupan beragama pada waktu naskah tersebut ditulis. ***


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !