Manassa Komisariat Cirebon

Manassa
0

Kondisi Pernaskahan 

Jumlah naskah yang berasal dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu (selanjutnya disingkat naskah Cirebon dan Indramayu) tidak diragukan lagi, mencapai ribuan. Beberapa tahun lalu, pihak keraton dan keluarga keraton mengklaim, naskah Cirebon lebih dari 1500 naskah. Demikian pula dengan naskah-naskah Indramayu, yang sudah diregistrasi sekitar 250 naskah, sedangkan yang belum diregistrasi lebih banyak lagi, terutama yang tersimpan di kantor pemerintahan tingkat desa.

Keberadaan naskah Cirebon dan Indramayu tersebar luas di semua lapisan masyarakat, mulai dari keraton, keluarga keraton, ulama, tokoh masyarakat, hingga masyarakat awam. Keberlimpahan itu mengandaikan bahwa Cirebon dan Indramayu sebagai salah satu kawasan yang memiliki tradisi literasi yang cukup kuat, sekaligus menegaskan posisi keduanya sebagai kawasan yang memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang sebagaimana dinarasikan dalam berbagai cerita legenda.

Naskah-naskah Cirebon dan Indramayu dapat klasifikasikan menjadi empat koleksi: keraton (Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan, Kaprabonan, dan keluarga keraton), pesantren (baik di Cirebon maupun Indramayu), lembaga (perpustakaan, museum, komunitas, dan pemerintah desa), dan masyarakat awam (terutama kalangan dalang). Pada naskah koleksi keraton, memiliki tingkat pemanfaatan (untuk kajian penelitian) lebih tinggi daripada koleksi lainnya, terutama karena alasan praktis.

Secara keseluruhan, kondisi pernaskahan koleksi keraton (keraton dan keluarga keraton) dan lembaga (museum, perpustakaan umum, dan komunitas) lebih baik daripada koleksi pesantren dan masyarakat awam. Naskah koleksi keraton dan keluarga keraton dan lembaga mendapatkan perhatian lebih dan mendapat perawatan lebih baik.

Sebaliknya, naskah-naskah yang tersimpan di masyarakat awam kondisinya sangat memprihatinkan, sebagian besar tidak terurus, banyak kerusakan, lapuk, kusam berdebu, dst. Bahkan untuk perawatannya pun tampak tidak layak. Faktor yang melatarbelakanginya begitu kompleks, bukan hanya ketidakpahaman pemilik atau faktor alam, melainkan karena suatu keyakinan yang keliru. Seorang ustad dari keluarga pesantren (Kabupaten Cirebon) membakar naskah karena kandungan isinya berbeda dari sumber konvensional yang biasa diajarkan di pesantren. Keluarga pesantren di Kota Cirebon juga membiarkan satu peti naskah di wuwungan (atap rumah) karena sudah tidak diajarkan lagi.

Beberapa tahun lalu di Indramayu juga terjadi pemusnahan naskah. Di sana, cerita pembakaran dan penguburan naskah tidak asing terdengar di kalangan pemilik naskah. Ada pula naskah yang disimpan di lubang pohon besar di pemakaman keramat. Pada naskah yang ditemukan di lubang pohon itu, di dalamnya terdapat keterangan bahwa dahulu naskah-naskah itu adalah koleksi Ki Sonda, seorang dalang wayang masyhur di zamannya (sekitar pertengahan abad ke-20). Kemudian, seorang dalang wayang Golek Cepak Dalang Ahmadi, juga menyimpan puluhan naskah di dalam kardus mi instan. Tentu saja kondisinya lapuk, banyak yang rusak.

Pada naskah koleksi lembaga, dalam hal ini naskah-naskah yang tersimpan di kantor pemerintahan desa, juga tampak memprihatinkan. Ada tiga kasus tentang kondisi naskah-naskah desa yang teridentifikasi. Pertama Desa Dadap Indramayu. Naskah-naskah di sana sudah tidak bisa lagi terselamatkan lagi. Sebanyak satu keresek naskah sudah hancur lebur. Kedua, naskah Desa Lohbener Indramayu, sebanyak dua karung. Hanya beberapa lempir saja yang bisa diselamatkan. Ketiga, naskah Desa Tambi Indramayu, sebanyak satu peti, yang oleh pihak pamong desa dianggap benda keramat.

Naskah-naskah Cirebon dan Indramayu ditulis dengan menggunakan berbagai macam aksara (Arab, Pegon, Jawa, dan Latin) dan bahasa (Arab, Jawa, Sunda, dan Melayu). Penulisannya bersifat sembarang. Aksara Jawa misalnya, tidak selalu menggunakan bahasa Jawa. Bahkan tidak sedikit naskah beraksara Jawa menggunakan bahasa Arab, seperti pada beberapa salinan naskah Tarekat Syattariyah. Namun, sebagian besar naskah ditulis dengan aksara Arab, Pegon, dan Jawa, dengan menggunakan bahasa Jawa dan Arab.

Sementara itu, berdasarakan jenisnya, naskah Cirebon dan Indramayu dapat kelompokkan menjadi 21 jenis: adat-istiadat, Alquran, babad, bahasa, doa, fikih, filsafat, primbon, sastra, sejarah, tafsir, tasawuf, tauhid, undang-undang, silsilah, wayang, cerita Islam, dongeng, hukum, mite dan legenda, dan warna-warni (misscellaneous). Dapat dikatakan, di antara semua jenis naskah tersebut, yang paling banyak jumlahnya adalah naskah jenis babad, primbon, dan tarekat.

Hingga kini, naskah-naskah Cirebon dan Indramayu masih banyak yang belum terjamah para peneliti. Dalam hal peratawan pun jauh panggang daripada api. Naskah-naskah di sana seakan meronta-ronta, ingin segera dipreservasi atau konservasi, dikaji secara ilmiah, hingga kembali kepada masyarakat pemiliknya.

Latar Belakang Pembentukan

Manassa Komisariat Cirebon mencakup kawasan Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon Kabupaten, dan Kabupaten Indramayu. Ketiga wilayah tersebut, dari segi bahasa (dialek) dan budaya memiliki banyak kesamaan. Naskah Babad Cirebon sebagai identitas masyarakat Cirebon dan naskah Babad Darmayu sebagai identitas masyarakat Indramayu menyebar luas di dua wilayah tersebut.

Sedikitnya ada tiga hal penting perihal latar belakang terbentuknya Komisariat Manassa Cirebon. Pertama, bertolak dari kenyataan di lapangan yang tak terbantahkan, bahwa Cirebon dan Indramayu sebagai salah satu pusat skriptorium terpenting di tanah Jawa. Meskipun secara administrartif Cirebon menjadi bagian dari Jawa Barat akan tetapi dari aspek tinggalan benda cagar budaya seperti naskah memerlukan perhatian lebih.

Di Cirebon terdapat keraton sebagai pusat skriptorium dan sebagai penjaga tradisi, yang masih memelihara naskah, tradisi literasi, nilai-nilai masa lalu (melalui ritual adat), dan lain sebagainya. Selain itu, tradisi tulis (penulisan kembali atau penyalinan) dan seni pertunjukan yang terkait dengannya juga masih hidup (living manuscript), meskipun terbatas pada ruang tertentu.

Kedua, beberapa personal (wong Cerbon dan wong Dermayu) memiliki pengalaman menyunting naskah (alih aksara dan atau terjemahan naskah). Hanya untuk menyebut beberapa yang berpengalaman menyunting naskah misalnya Opan Safari, Nurhata, Doddie Yuliyanto, Aman, Mukhtar Zaedin, dan Ki Tarka Sutaraharja. Ketersediaan Sumber Daya Manusia ini sangat potensial untuk bisa mengangkat khazanah budaya yang terdapat di dalam setiap lembar naskah.

Ketiga, naskah-naskah Cirebon dan Indramayu bukan hanya menarik perhatian masyarakat setempat, melainkan masyarakat di luar itu. Bahkan perhatian mereka lebih besar lagi, terutama dari lingkar akademisi. Tentang ini dapat dilihat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A - Jawa Barat: Koleksi Lima Lembaga (Ekadjati dan Darsa, 1999); laporan penelitian Pencatatan, Inventarisasi, dan Pendokumentasian Naskah-naskah Cirebon (Pudjiastuti, Munandar, dan Maman, 1994); Katalog Naskah Indramayu (Christomy dan Nurhata, 2016). Naskah-naskah Cirebon juga tersebar di banyak tempat, seperti Museum Sri Baduga dan Perpustakaan UI. Artinya, pernaskahan Cirebon dikenal luas di luar masyarakat Cirebon sendiri.

Ketiga hal di atas menjadi modal berharga bagi pembentukan Manassa Komisariat Cirebon. Meskipun sebelumnya terdapat beberapa komunitas atau lembaga pemerhati naskah akan tetapi dalam penanganan terhadap suatu naskah kurang maksimal, hanya terbatas pada koleksi tertentu serta tidak banyak melibatkan tim ahli di bidangnya. Dengan demikian, pembentukan Manassa Komisariat Cirebon mendesak dilakukan.

Sejarah Berdirinya Komisariat Cirebon

Dimulai dari suatu program digitalisasi, preservasi, dan konservasi naskah Cirebon, kerja sama antara Pusat Budaya dan Manuskrip (PSBM), Manassa, dan Leipzig University, pada tahun 2012. Usai kegiatan, hasil digitalisasi naskah sempat terhenti karena suatu hal, tidak sampai dideskripsikan. Ketua Umum Manassa Prof. Oman Fathurahman memberikan kepercayaan kepada Nurhata untuk mendeskripsiakan sekitar 100 naskah Cirebon (lebih dari 150 teks), yaitu koleksi Keraton Kacirebonan, Opan Safari, Eleng Hilman, dan Elang Sulaiman. Nurhata mendapatkan amanah untuk menyelesaikan projek itu ketika sedang berada di Ciputat, tepatnya saat Short Cours Filologi berlangsung. Hasil kerjanya kemudian dipublikasikan dalam Portal Naskah Nusantara (sekarang sukar diakses).

Di tengah pengerjaan naskah Cirebon, Nurhata menyampaikan kepada Prof. Oman Fathurahman tentang rencana pembentukan Manassa Komisariat Cirebon (masa itu bernama cabang, bukan komisariat). Gayung bersambut, beliau mendukungnya, meskipun tidak semulus yang dibayangkan. Sebab sempat ada kabar bahwa Manassa Cabang Cirebon akan berdiri. Namun, selang beberapa bulan kemudian, kabar itu hampir tidak pernah muncul ke permukaan. Kalau pun memang benar adanya tentu saja harus bersinergi.

Kesempatan untuk membentuk Manassa Komisariat Cirebon mendapatkan momentumnya ketika ada pertemuan ilmiah, diskusi perihal penyusunan Katalog Naskah Keagamaan Cirebon 1 di Hotel Prima Cirebon (7-9 Mei 2018) yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ). Nurhata menyambangi dan berdialog ringan dengan Dr. Opan Safari (sekarang alm.) untuk segera memanfaatkan kesempatan ini. Dr. Opan Safari atau biasa disapa Pak Opan menyambut baik rencana itu. Beberapa peserta asal Cirebon dan Indramayu dihubungi satu per satu.

Pada hari kedua bada Magrib, sebanyak delapan orang berkumpul di depan Kolam Renang Hotal Prima: Opan Safari, Nurhata, Doddie Yulianto, Zulaikho, Jumanah, Agung Firmansyah, Angga Marzuki, dan Mukhtar Zaedin. Mereka berdiskusi perihal potensi pernaskahan Cirebon yang begitu melimpah. Pembicaraan mengerucut pada suatu kebutuhan akan pentinganya Manassa Komisariat Cirebon. Untuk memudahkan koordinasi kemudian dibentuk struktur formal. Semua yang hadir bersepakat untuk mengangkat Pak Opan sebagai ketua: aklamasi (pada bada Magrib tanggal 8 Mei 2018). Pertimbangannya, dari segi keilmuan, pengalaman, jaringan, dan usia, yang sangat masuk akal untuk menduduki tanggung jawab itu.

Usai penentuan ketua kemudian berlanjut ke pembahasan pengurus inti. Pak Opan lalu menunjuk Nurhata sebagai sekretaris dan Jumanah sebagai bendahara. Kemudian dibentuk koordinator bidang, yaitu Doddie Yuliyanto, S.Hum. (bidang penelitian dan pengembangan), Mukhtar Zaedin (bidang kerja sama), dan Agung Firmansyah, M.Hum. (dokumentasi dan publikasi). Sementara untuk pembahasan program kerja dibicarakan di kesempatan berbeda.

Capaian Organisasi 

Diskusi Rutin

Sependek ini, kegiatan yang kerap dilakukan adalah diskusi rutin, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain. Penentuan pembicara terutama dari mereka yang pernah mengkaji atau meneliti suatu naskah tertentu, kemudian diangkat sebagai topik diskusi. Beberapa yang pernah menjadi pembicara disksui adalah Opan Safari, Nurhata, Doddie Yulianto, Angga Marzuki, Tendi, Agung Firmansyah, Iskandar Zulkarnaen, Roni Tabroni, dan Mudofar.



Kerja Sama

Pada setiap diskusi atau bedah buku, Manassa Komisariat Cirebon bekerja sama dengan beberapa pihak, antara lain DKOKP Kota Cirebon (sekarang Budpar Kota Cirebon), STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramyu, Lesbumi Kabupaten Cirebon, Cirebonese Fondation, dan Umah Ramah. Kerja sama itu terutama dalam hal penggunaan tempat dan fasilitas yang tersedia di dalamnya.

Pada kegiatan penyusunan Katalog Naskah Keagamaan Cirebon 2, meskipun secara kelembagaan tidak melibatkan Manassa Komisariat Cirebon akan tetapi yang terlibat aktif di dalamnya adalah mereka para anggota dan pengurus Manassa Komisariat Cirebon (masa kepengurusan Pak Opan Safari). Kegiatan penyusunan katalog naskah itu dilakukan selama dua kali (Katalog Naskah Keagamaan Cirebon 1 dan Katalog Naskah Keagamaan Cirebon 2), yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ).

Kerja sama yang belum ditindaklanjuti yaitu dengan pemerintah Kabupaten Cirebon, dalam bentuk diskusi rutin (bulanan) yang diselenggarakan di Pendopo Kabupaten Cirebon. Pertama, karena waktu itu bertepatan dengan Covid-19. Kedua, ketua Manassa Opan Safari yang memiliki hubungan dekat dengan bupati keburu dijemput pulang ke Rahmatullah, persis di bulan Puasa Ramadan tahun 2021.

Ketua-ketua Komisariat Cirebon

Dari pembentukan Manassa Komisariat Cirebon sampai saat ini, baru melewati dua kepengurusan. Seperti telah dikemukakan di atas, Opan Safari sebagai ketua pertama. Adapun Nurhata sebagai ketua yang kedua.

  1. Dr. Opan Safari Hasyim, M.Hum. (2018-2021)
  2. Nurhata, S.Fil.I., M.Hum. (2021-sekarang)

Alamat Sekretariat

Saat ini, sekretariat Manassa Komisariat Cirebon berlokasi di Perumahan New Asik Resedian A1, Desa Sampiran, Blok Sijopak, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon. Sebelumnya, di kediaman Pak Opan Safari, di Kedawung Kabupaten Cirebon.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Oke!) #days=(20)

Website kami menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman anda. Check Now
Accept !